top of page

KISAH KITA

Writer's pictureSicika

Cowok Kasir (Jilid 2)



Bosan. Satu kata yang mendiskripsikan perasaanku sekarang. Siapa yang tidak bosan jika kalian tidak melakukan suatu hal sama sekali? Pasalnya hari ini aku bertukar shift dengan temanku menjadi malam, karena biasanya aku sore. Dan tidak ada hal lagi yang harus ku lakukan karena aku sudah menata semua stok barang yang kosong, membersihkan lantai, kaca pun sudah sampai memperbaiki AC minimarket ini. Aku bercanda, yang terakhir itu bohong.


Berdiri diam sambil melamun di belakang meja kasir merupakan yang kulakukan sekarang. Dan itu membuatku mengingat kejadian beberapa jam yang lalu.


Aku sedang mengepel lantai tadi saat seorang bocah ingusan yang mengganggu pekerjaanku. Maaf telah berkata kasar, tetapi aku sangat marah tadi. Bagaimana tidak jika bocah itu menjatuhkan sebuah es krim ke lantai yang sudah kinclong. Lebih parahnya lagi bocah itu menginjak genangan eskrim tadi dan berlari ke arah ibunya sambil menangis. Ingin rasanya aku menjilat es krim itu. Semua itu berakhir dengan aku yang memasang wajah masam saat menghitung belanjaan milik ibu bocah itu tadi di kasir.


Entah kenapa aku begitu sensitif. Karena biasanya aku tidak mempersalahkan hal seperti itu terjadi. Tapi tadi? Huh kurasa tamu bulananku mau mampir. Tapi sangat disayangkan aku laki-laki kalau kalian ingin tahu. Jadi tidak mungkin aku datang bulan, berarti itu murni karena emosi terhadap bocah tadi.


Ting!


Suara lonceng itu membuat si bocah itu hilang dari pikiranku. Mataku menangkap seorang gadis seusiaku yang masuk ke minimarket ini bersama gadis kecil di gandengannya. Akh, bocah lagi. Ku harap ia bersikap manis seperti parasnya.


"Selamat malam, selamat berbelanja di HappyMart!"


Seperti biasa aku mengucapkan kata pengantar--ah bukan, maksudku penyambut untuk pelanggan. Sebuah senyum kecil di wajah gadis itu tertangkap olehku sebagai jawaban. Sedangkan bocah yang berada di gandengannya sudah kabur entah kemana. Semoga saja ia tidak mericuh.


Beberapa menit kemudian gadis itu kembali menuju kasir setelah memilih barang belanjaannya. Ia menaruh keranjang itu di meja dan aku menariknya mendekat agar mempermudahku.

Ku hitung semuanya dengan tenang. Hanya terdengar suara mesin AC di antara kami. Ku lihat gadis itu bergerak gelisah saat aku akan menghitung belanjaan terakhirnya. Tidak lupa mukanya yang memerah entah kenapa.


Saat menyadari barang itu aku hanya tersenyum salah tingkah sama seperti gadis itu. Perlengkapan datang bulan dan janganlah kalian rekomendasikan padaku.


"Ada lagi, Kak? Totalnya tiga puluh tiga empat ratus."


"Onty, aku mau itu." Bocah kecil itu menunjuk permen yang terletak di samping kasir.

"Yang ini?" Tanya gadis itu sambil menunjukan permen yang diminta oleh adiknya--atau mungkin anaknya. Sebuah anggukan mantap datang sebagai jawaban. Aku menyerahkannya ke bocah itu dan sangat bersyukur ia tidak membuat rusuh. Jadi ku namai ia bocah malaikat.


Aku menyerahkan plastik belanjaan beserta uang kembalian dan juga struknya. Gadis itu menerimanya dan berlalu pergi dengan satu tangan yang menggandeng bocah malaikat yang sedang memutar permen di mulutnya.


Melihat permen itu aku jadi teringat seseorang yang tidak dapat membuka bungkusnya. Sudah dua minggu aku tidak bertemu tatap lagi dengannya. Setelah pertemuan pertama kita sudah hampir empat kali aku melayaninya di meja kasir. Masih dengan setumpuk makanan ringan dan tak lupa keribetannya saat membuka bungkus permen serta jam belinya--sore hari.


Namun, akhir-akhir ini aku tidak melihatnya.


------------------------------

-Author Wattpad keju-manis, Aulia Febriana.

@auliafxbriana

1 view0 comments

Comments


bottom of page