top of page

KISAH KITA

Writer's pictureSicika

Cowok Kasir (Jilid Terakhir)



Kakiku melangkah searah dengan sepasang kaki yang berjalan di sampingku. Dibalut dengan sepatu kets putih yang melindungi kakinya, gadis itu, Asa, yang ku tahu dari kartu identitas di dompetnya--berjalan dengan santai sambil sesekali menggumamkan sebuah lagu.


Aku tak percaya dapat bersisian seperti ini dengannya. Setelah akhirnya tadi aku memanggil namanya, aku menemaninya pulang. Karena saat ku tanya ke mana perginya mobil yang biasa dibawanya, ia menjawab bahwa sebenarnya rumahnya hanya beberapa blok jaraknya dari minimarket.


"Hm, jadi dari mana lo tahu nama gue?"


Pertanyaan Asa memecah kesunyian di antara kita. Betapa bodohnya aku dibuai kesenangan karena dapat bertemu dengannya, sampai lupa maksud awalku memanggilnya tadi.


"Oh, iya. Sebentar." Segera kubuka backpack-ku dan mengeluarkan dompetnya. "Ini punya lo, kan?"


Asa menoleh ke arahku dengan wajah yang lucu. Ia membulatkan mulutnya setelah melepas permen yang diemutnya. "Jadi dompetnya ada di lo? Pantesan gue tanya ke temen lo yang lain pada gak tahu, jadi gue simpulkan kalo dompet gue bukan hilang di minimarket."


"Ceroboh banget sih," kekehku saat ia menerima dompetnya dan langsung memasukkannya ke dalam plastik belanjaan, karena ia tidak membawa tas, "makanya lain kali kalo abis gue bukain permen jangan langsung nyelonong gitu aja." Godaku saat ia hanya memanyunkan bibirnya.


Gemes banget sih kamu.


Setelah itu ia menunduk menatapi sepatunya yang sedang menendang beberapa kerikil yang menghalangi jalannya. "Gue buru-buru waktu itu."


Langit malam berwarna biru gelap dengan perpaduan semburat oranye dan kuning menemani langkah kami. Angin pun tidak mau kalah untuk menyambut kami, mengirimkan kesunyiannya kembali.


Aku menatap ke jalanan depan, lalu menolehkan kepalaku padanya yang sedang menunduk. "Lo beneran anak kampus sebelah?"


"Huh? Tahu dari mana?" Ia ikut menolehkan kepalanya sehingga kami bertatapan.


"Oh, iya. Dompet itu," ujarnya saat menyadari hal itu, "iya, gue anak sipil."


"Oh jadi bener anak kuliahan," aku terkekeh. Sedangkan ia mengernyit, heran, "gue kira anak sma."


Asa langsung menghentikan langkahnya. Menatap garang ke arahku. Namun, malah terlihat imut karena permen itu masih ada di mulutnya.


"Lo adalah orang yang ke sekian kali ngomong kayak gitu." Dumelnya dengan wajah cemberut.

Maafkan sifat blak-blakan ku, sehingga tidak dapat menahan ucapan itu. Faktanya Asa memang terlihat seperti anak SMA, dengan tinggi yang hanya sebatas dadaku--sekitar 150-an serta sikapnya saat tidak bisa membuka bungkus permen.


Aku makin terkekeh yang membuahkan hasil wajah cemberutnya masih menghiasi wajah Asa.

"Tapi masih mending lo sih." Asa melepas permen dari mulutnya. "Waktu ospek ada kating bilang gini 'Dek, ini bukan sekolah dasar lho'. Dikira gue anak SD kali."


Asa yang bersungut sebal membuat tawaku berlanjut. Tidak menyangka Asa memiliki bermacam ekspresi saat sedang berbicara.


Aku mulai menetralkan tawaku, tidak mau membuat Asa kesal nantinya karena jadi bahan tertawaan. Kalau dia kabur kan berabe nantinya.


"Oh, iya, btw kita belum kenalan."


"Kan lo tau nama gue tadi." Sahutnya.


Aku tersenyum tipis. "Lo kan belum tau nama gue?"


"Siapa bilang?" Asa tersenyum kecil, "Elang, kan?"


Aku melongo. Mencoba mengingat kapan kami pernah bertemu lalu saling tukar nama, berkenalan. Namun, hasilnya nihil. Yang aku ingat hanya dirinya dan sebuah permen yang selalu susah untuk membuka bungkusnya.


"Ya, kecuali lo lagi pake nama malem sekarang." Asa terkekeh. Entah untuk apa ia tertawa, mungkin wajah bodohku.


Asa merogoh kantung plastik dan mengeluarkan sesuatu dari dompetnya. "Di sini tertera nama Elang. Itu lo, kan?"


Menyadari kebodohanku, aku hanya nyengir kuda.

Asa mengulurkan tangannya.


"Salam kenal, Elang."


"Salam kenal juga, Asa." Ku raih tangan itu lalu meremasnya lembut, menghantarkan getaran yang entah apa itu ke tubuhku.


Asa tersenyum saat tautan tangan kami terlepas. Ia menoleh ke belakang, melihat pagar hitam yang melindungi sebuah rumah minimalis.


"Udah nyampe, makasih udah nganterin. Sampai ketemu lagi, Elang."


------------------------------

-Author Wattpad keju-manis, Aulia Febriana.

@auliafxbriana

6 views0 comments

Comentários


bottom of page